Berita

Rekonsiliasi Obat di Rumah Sakit

Rekonsiliasi Obat di Rumah Sakit

Oleh Andira Herwidea Putri, S.Farm., Apt

Instalasi Farmasi Rumah Sakit  “JIH”

 

           Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dapat menimbulkan kesalahan dalam pengobatan (medication error). Medication error dapat terjadi di berbagai tahap pelayanan kesehatan, salah satunya ketika pasien baru masuk rumah sakit, perpindahan kamar atau rujukan dari rumah sakit lain. Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan dalam komunikasi atau tidak adanya informasi penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Salah satu upaya untuk meminimalkan medication error tersebut yaitu dengan dilakukannya rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.

         Rekonsiliasi obat merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rekonsiliasi obat adalah kegiatan membandingkan instruksi penggunaan obat dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk mencegah adanya medication error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat yang tidak sesuai, duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat.

Rekonsiliasi dapat dilakukan setiap adanya perpindahan pelayanan kesehatan, seperti :

  1. Saat pasien masuk rumah sakit
  2. Pasien mengalami perpindahan bangsal atau unit layanan lain dalam suatu instansi rumah sakit yang sama (contoh: dari bangsal rawat inap menuju ke Intensive Care Unit; dari UGD menuju bangsal rawat inap)
  3. Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah atau rumah sakit lain

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi, yaitu :

  1. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
  2. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter
  3. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter

Dalam melakukan rekonsiliasi terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :

  1. Pengumpulan data

      Pada tahap ini, tenaga kesehatan yang melakukan rekonsiliasi mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan oleh pasien. Hal – hal yang perlu dicatat yaitu : nama obat, dosis, frekuensi pemberian, rute, obat mulai diberikan, obat mulai dihentikan, penggantian obat, riwayat alergi obat ataupun efek samping obat yang pernah dialami oleh pasien.

        Data yang akan dicatat dan dikumpulkan dapat diperoleh dari pasien langsung ataupun keluarga pasien, rekam medis, obat yang dibawa pasien ketika masuk rumah sakit dan daftar obat pasien. Pencatatan data obat yang digunakan tidak lebih dari kurun waktu 3 (tiga) bulan.

  1. Komparasi

      Setelah dilakukan pengumpulan data, maka langkah selanjutnya yaitu komparasi atau membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Ketidakcocokan (discrepancy) terjadi jika ditemukan perbedaan di antara data-data yang diperoleh. Ketidakcocokan dapat terjadi dikarenakan beberapa sebab, seperti obat yang hilang, adanya penambahan atau penggantian obat tanpa penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan yang ditemukan dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak disengaja (unintentional) di mana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

  1. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi

     Apabila dalam proses komparasi ditemukan adanya ketidakcocokan maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan. Konfirmasi yang dilakukan meliputi :

  1. menentukan perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
  2. mendokumentasikan alasan dari perbedaan tersebut
  3. memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukan rekonsiliasi obat
  4. Komunikasi

       Jika sudah dilakukan konfirmasi kepada dokter dan memperoleh jawaban dari ketidakcocokan tersebut maka langkah selanjutnya yaitu melakukan komunikasi kepada tenaga kesehatan lain seperti perawat atau bidan, pasien, dan keluarga pasien.

Berikut terdapat beberapa contoh rekonsiliasi obat :

  1. Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak didokumentasikan

      Seorang pasien menerima terapi atenolol untuk hipertensi dirawat di tempat operasi. Dokter mengaku tidak memesan/meresepkan atenolol ketika pasien masuk karena dikhawatirkan akan terjadi perioperative hypotension. Alasan tersebut tidak didokumentasikan di rekam medis. Pasien dipulangkan hari ketiga pasca operasi dan diberikan resep yang tidak termasuk obat atenolol. Pasien merasa ragu apakah terapi atenolol tidak dilanjutkan di rumah, dan pasien menghubungi dokter keluarga untuk meminta saran. Dokter keluarga menghubungi dokter bedah yang bersangkutan dan menanyakan mengenai terapi atenolol. Namun dokter bedah tidak mengetahui alasan atenolol tidak diberikan dan kemudian menghubungi apotek untuk menanyakan hal tersebut. Apoteker tidak memiliki catatan mengenai perubahan terapi. Apoteker di unit bedah menghubungi dokter namun yang bersangkutan sedang tidak bertugas.

  1. Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak disengaja
  • Seorang pasien geriatri dirawat dirumah sakit dengan diagnose Community-acquired pneumonia. Terapi antibiotik dan terapi symptomatic diresepkan dan dimulai. Dua hari kemudian pasien mengalami infkark miokard dan ditemukan bahwa terapi beta-blocker diabaikan secara tidak sengaja ketika masuk rumah sakit.
  • Seorang pasien dirawat di rumah sakit untuk operasi penggantian tempurung lutut. Setelah 4-5 hari dirawat pasien tidak termotivasi dan menolak untuk bangun dari tempat tidur. Keluarga mengatakan bahwa pasien sudah rutin minum obat anti depresan dan ketika dirawat tidak mendapatkan perintah untuk dilanjutkan. Selanjutnya anti depresan diresepkan dan menyebabkan meningkatnya angka Long of Stay (LOS).

       Melihat pentingnya dari kegiatan rekonsiliasi obat, oleh karena itu rekonsiliasi obat harus dilakukan di rumah sakit ketika terdapat perpindahan pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat menjadi salah satu langkah untuk meminimalkan medication error sehingga indikator patient safety juga dapat ditingkatkan.

Daftar pustaka :

Kementerian Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan, Jakarta

The Office of Interprofessional Education and Practice, 2009, https://meds.queensu.ca/central/assets/modules/ mr/1.html

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: