Kendali TBC Setelah Pandemi, Ada di Tangan Kita Bersama
Oleh
apt. Rifda Latifa, S.Farm
(RS PKU Muhammadiyah Gamping)
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan melalui udara. Kemudahan penularan tersebut menyebabkan TBC menjadi penyakit yang tidak mudah dikendalikan (Wulan, 2023). Sedangkan Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) adalah kondisi dimana bakteri Mycobacterium tuberculosis kebal terhadap obat TB lini 1, akibatnya pasien yang mengalami TB-RO harus melakukan kombinasi obat lini 2 dan pengobatan yang lebih lama (sekitar 9 – 24 bulan), yang disebabkan oleh bakteri yang lebih kebal dan lebih susah untuk disembuhkan, sehingga penanganan yang harus dilakukan lebih sulit. Penyebab TB-RO disebabkan oleh pasien yang tidak teratur menelan OAT sesuai panduan, menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya, tidak memenuhi anjuran dokter/petugas kesehatan, gangguan penyerapan obat atau dapat disebabkan oleh tertular dari pasien TB-RO lainnya (Ripai, 2022).
Angka keberhasilan pengobatan TBC resisten obat di Indonesia tahun 2022 secara umum sebesar 55%. Dari angka tersebut yang paling tinggi adalah tenaga profesional medis 75%, tenaga profesional non medis 67%, guru atau dosen 66%, diikuti profesi yang lainnya. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa masih besar angka kegagalan pengobatan pada masyarakat umum, berupa kematian, resistensi lebih lanjut, tidak sembuh, tidak melanjutkan pengobatan atau hilang kontak dengan fasilitas layanan kesehatan (Ripai, 2022).
Dalam dokumen Global Tuberculosis Report 2022 yang dirilis oleh World Health Organization (WHO), pandemi Covid-19 masih menjadi salah satu faktor penyebab terganggunya capaian target terhadap tuberkulosis (TBC), terutama pada penemuan kasus dan diagnosis, akses perawatan hingga pengobatan TBC. Kemajuan-kemajuan yang telah dibuat pada tahun-tahun sebelumnya terus melambat bahkan terhenti sejak tahun 2019 (Ripai, 2022).
Pada tahun 2021, TBC dinobatkan sebagai penyakit menular paling mematikan pada urutan kedua (2) di dunia setelah Covid-19, dan berada pada urutan ke tiga belas (13) sebagai faktor penyebab utama kematian di seluruh dunia. Saat ini, Indonesia sendiri berada pada posisi KEDUA (ke-2) dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia. Pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik. Kasus TBC di Indonesia saat ini, diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC, yang artinya satu orang terpapar TBC setiap 33 detik. Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC. Disrupsi akibat pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 diprediksi menyebabkan kemunduran pencapaian hingga 5-8 tahun mendatang dalam keberhasilan penanganan TBC (Ripai, 2022).
Angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai 150.000 kasus (satu orang setiap 4 menit), naik 60% dari tahun 2020 yang sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC, dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk. Dari sekian banyak kasus TBC yang terjadi, terdapat diantaranya kasus pasien dengan TBC-RO di Indonesia sejumlah 8.268 kasus dengan 5.234 orang yang telah memulai pengobatan TBC-RO (Ripai, 2022).
Lalu, bagaimanakah peranan tenaga kefarmasian dalam mengatasi lonjakan jumlah pasien TB-RO dan mencegah bertambahnya pasien TB RO? Dalam Strategi Nasional Eliminasi TBC yang tertuang pada Perpres nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis ada sejumlah strategi mengatasi TBC di Indonesia. Mulai dari penguatan komitmen, peningkatan akses layanan TBC, optimalisasi upaya promosi dan pencegahan TBC, pengobatan TBC dan pengendalian infeksi, kemudian pemanfaatan hasil riset dan teknologi.
Kementerian Kesehatan sebagai pemimpin sektoral dalam penanganan TBC perlu mendorong sistem praktik kefarmasian yang terintegrasi dengan program TBC nasional, sehingga akan tercipta sistem pelayanan kefarmasian yang terkoneksi langsung dengan program-program pencapaian target eliminasi TBC di Indonesia. Kolaborasi sangat dibutuhkan di antara pemangku kepentingan dalam implementasi praktik peyanan kefarmasian TBC. Pemerintah pusat dan daerah, pengelola program TBC, organisasi profesi, jejaring peneliti TBC, dan masyarakat perlu bersama-sama dalam membangun sistem praktik kefarmasian yang efektif dan berkesinambungan (Minfar, 2023).
Kegiatan peningkatan kualitas layanan TB RO dapat membantu pemantauan pada setiap tingkat layanan yang terlibat dalam pengobatan pasien TB RO. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi tantangan dan kekurangan di layanan TB RO, menyusun rencana tindak lanjut sesuai temuan dan melakukan intervensi, serta melakukan pemantauan secara bersinambungan. Selain itu, kegiatan ini bisa menjadi wadah untuk membangun kapasitas yang efektif bagi petugas di fasilitas layanan kesehatan TB RO (Anonim, 2023).
Saat ini, pemerintah memiliki program TOSS TBC, yang merupakan gerakan atau kampanye untuk Temukan Tuberkulosis, Obati Sampai Sembuh TBC di Indonesia. Kampanye ini menjadi salah satu pendekatan untuk menemukan, mendiagnosis, mengobati dan menyembuhkan pasien TBC, serta menghentikan penularan TBC di masyarakat. TOSS TBC menargetkan 90 persen penurunan insiden TBC dan 95 persen penurunan kematian TBC pada tahun 2030. Langkah-langkah yang dilakukan TOSS TBC meliputi, mencari dan menemukan gejala di masyarakat, mengobati TBC dengan tepat, hingga memantau pengobatan TBC sampai sembuh (Dewi, 2023).
Sebagai tenaga kefarmasian, kita dapat berperan sebagai Pendamping Minum Obat (PMO) bagi pasien TBC agar pengobatan dapat semakin optimal, sesuai dengan Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Hal penting yang harus dipahami PMO antara lain bahwa, TBC bukan penyakit turunan atau kutukan, TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan lanjutan, pentingnya berobat secara teratur, efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan jika terjadi efek samping obat, serta Cara penularan dan pencegahan penularan. Harapannya, ketika pasien TBC teratur dan tertib dalam pengobata, maka angka kesembuhan pasien akan meningkat, dan jumlah pasien TBC sensitif obat yang beralih menjadi pasien TB-RO juga berkurang dan dapat dituntaskan.
Upaya dalam penanggulangan TBC memerlukan dukungan semua pihak. Upaya intensif yang didukung oleh peningkatan pendanaan juga sangat diperlukan untuk mengurangi dan membalikkan dampak pandemi Covid-19 terhadap TBC. Diharapkan dari dukungan pemerintah daerah dalam bentuk komitmen politik, yang dapat berupa Perda/perkada tentang penanggulangan TBC, maupun komitmen anggaran yang harus teralokasi secara terpisah dan tegas dalam dokumen APBD khusus untuk Program TBC Kita berharap, hadirnya inovasi-inovasi baru dalam pendekatan penyelesaian permasalahan TBC dapat mengakselerasi pencapaian target eliminasi TBC di Indonesia pada 2030. TOSS TBC, 2030 yakin bisa!
Daftar Pustaka :
Wulan, D. R. (2023). Temu Media Hari tuberkulosis sedunia 2023: Wujudkan pekerja bebas TBC untuk Indonesia produktif. TBC Indonesia. https://tbindonesia.or.id/temu-media-htbs-2023/
Anonim. (2023) Peningkatan Kualitas TB Ro. TBC Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/peningkatan-kualitas-tb-ro/
Ripai, M. (2022). Laporan Kasus tuberkulosis (TBC) global dan Indonesia 2022. Yayasan KNCV Indonesia. https://yki4tbc.org/laporan-kasus-tbc-global-dan-indonesia-2022/
Minfar. (2023). Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Apoteker Dan Tenaga Kefarmasian Dalam Pencegahan serta Pengendalian tuberkulosis. Liputan Farmasi. https://liputanfarmasi.com/peningkatan-pengetahuan-dan-keterampilan-apoteker-dan-tenaga-kefarmasian-dalam-pencegahan-serta-pengendalian-tuberkulosis
Dewi, C. S. (2023). Ayo Bersama Akhiri TB, Kota Yogyakarta Bisa, …Yes ! We Can End TB. Website Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. https://kesehatan.jogjakota.go.id/berita/id/451/ayo-bersama-akhiri-tb-kota-yogyakarta-bisa-yes-we-can-end-tb- /