Berita

MENGENAL PENYAKIT ANTRAKS

Tim Apoteker RS Panti Rahayu

Antraks merupakan penyakit menular pada hewan herbivora domestik (sapi , kambing , domba) maupun herbivora liar (bison, kijang , antelope) yang bisa berakibat fatal. Penyakit Antraks bersifat zoonosis, disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif yang terbentuk dari spora bakteri Bacillus anthracis. Hewan umumnya terinfeksi karena menelan spora bakteri, sementara spora antraks bisa bertahan di tanah selama puluhan tahun. Manusia dapat tertular melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan terinfeksi atau produk hewan maupun material yang terkontaminasi dengan spora antraks.

Bakteri antraks  pada suhu berkisar 28-30ºC akan mati dalam waktu 3-4 hari, tetapi bila suhunya berkisar 5-10ºC dan tidak terjadi pembusukan, maka bakteri antraks dapat bertahan selama 3-4 minggu. Bakteri antraks yang keluar dari bangkai hewan pada suhu lingkungan di atas 20°C dan kelembaban tinggi, maka bakteri tersebut cepat berubah menjadi spora yang dapat bertahan sampai puluhan tahun. Bakteri antraks tidak tahan terhadap oksigen, sehingga setelah keluar dari tubuh ternak dan jatuh di tempat terbuka bakteri menjadi tidak aktif lagi kemudian membentuk spora. Sporulasi terjadi pada keadaan banyak oksigen dan kurangnya unsur kalsium. Bentuk spora tidak akan ditemukan pada jaringan hidup dan dalam darah. Spora tahan terhadap cuaca panas dan dingin sampai batas tertentu dan akan  aktif lagi jika masuk ke dalam tubuh hewan. Bentuk spora dapat hidup di tanah kering pada laboratorium selama 60 tahun, tetapi di padang rumput terbuka sangat tergantung pada musim, suhu, kelembaban serta kompetisi dengan organisme lain. Karena spora antraks dapat hidup dalam kurun waktu lama di tanah kering, maka tidak mengherankan kalau bakteri ini dapat hidup pada bulu hewan, wool, kulit, atau bahan lainnya, sehingga dapat menyebar ke mana-mana.

Ciri-ciri hewan yang terjangkit antraks berupa demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, perut yang tampak kembung, kesulitan bernafas, kejang, rebah, adanya darah yang keluar dari lubang hidung, mulut, telinga dan anus, bengkak pada bagian leher, dada, perut atau kelamin, serat dapat menyebabkan kematian pada hewan. Beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah endemis antraks diantaranya wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Kasus antraks terakhir terjadi di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Penularan antraks acapkali terjadi di Gunungkidul,  karena terus ditemukan dalam beberapa tahun terakhir. Tradisi brandu atau purak menjadi salah satu faktor meningkatnya risiko penularan antraks.Tradisi ini berupa iuran untuk diberikan kepada warga yang ternaknya sakit atau mati. Daging ternak yang mati tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada warga sekitar. Brandu sebenarnya tradisi yang baik, yaitu tolong-menolong  dan  rasa empati, namun ternyata salah kaprah karena memakan daging bangkai yang berbahaya. Tradisi brandu membuat kasus antraks terus bermunculan  meski tak semua ternak yang sakit positif antraks, namun kebiasaan mengkonsumsi hewan ternak yang mati adalah pilihan yang salah.

Tiga tipe antraks pada manusia yaitu antraks kulit, antraks inhalasi, dan antraks gastrointestinal. Antraks kulit merupakan bentuk yang paling sering terjadi (>90%) (Spencer, 2003; WHO, 2008). Cara penularan dari hewan pada manusia yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

  1. Kulit, karena kontak langsung dengan spora, kontak dengan hewan atau produk hewan yang terinfeksi.
  2. Inhalasi, karena menghirup spora. Angka kematian antraks pulmonal ini juga bervariasi 75-90%.
  3. Gastrointestinal, karena mengkonsumsi daging yang kurang matang, kulit atau susu hewan yang terinfeksi.

Namun demikian, belum ada bukti adanya penularan antraks antar manusia.

Manifestasi klinis antraks kulit berupa

  1. Muncul makula kecil warna merah dengan ciri papula gatal & tidak nyeri dalam waktu  3-5 hari setelah endospora masuk ke dalam kulit.
  2. Setelah 24 – 26 jam dari munculnya papula, akan membentuk vesikel  dan mengalami ulserasi sehingga berbentuk eskar yang khas berwarna hitam dan mongering yang dikelilingi edema non-pitting dengan vesikel berwarna hitam keunguan.
  3. Gejala sistemik adalah demam, sakit kepala, malaise, dan limfadenopati regional
  4. Ulkus dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu.
  5. Mortalitas tanpa antibiotika : 5 – 20%, dengan antibiotika < 1%

Antraks saluran pencernaan ada 2 bentuk:
1. Antraks gastrointestinal
Gejala berupa mual, demam, nafsu makan menurun, akut abdomen, melena, hemetesis, diare berdarah dan asites. Bila tidak dilakukan terapi secara dini, akan terjadi toksemia, syok dan kematian.

2. Antraks osofarings
Gejala berupa demam, disfagi, radang tenggorokan, demam, limfadenopati regional, leher membengkak

Antraks inhalasi terdapat beberapa tahap yaitu:
1. Tahap pertama (3 hari pertama)
Gejala berupa flu, nyeri tenggorok, demam ringan, sakit kepala, malaise, berkeringat, nyeri otot, mual, muntah, sakit perut, diare, batuk non-produktif, takikardia, tidak terdapat Coryza.
2. Tahap kedua
Gejala berupa, shock, gagal napas, sianosis, stridor, perubahan status mental, nyeri dada, takikardia, ronki basah, tanda-tanda efusi pleura.
3. Selanjutnya terjadi septikemi, toxic shock dan kematian.

Antraks meningitis terjadi sebagai komplikasi dari 3 bentuk utama antraks. Mortalitas hampir 100%. Terdapat tanda perangsangan meningeal, berupa tekanan cairan serebrospinal meningkat dan penurunan kesadaran.

Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk menunjang diagnosis penyakit antraks, yaitu dengan mengenal dan mengetahui karakteristik bakteri antraks.
1. Secara morfologis (melalui pemeriksaan mikroskopis preparat ulas).
2. Secara kultur, isolasi dan identifikasi agen penyebab (melalui pemeriksaan kultur bakterologik).
3. Secara serodiagnostik (melalui uji Ascoli)
4. Tingkat keganasan isolate (melalui uji patogenitas/biologik)
5. Dengan cara mengukur kadar antibodi yang ada dalam serum penderita, yaitu dengan teknik ELISA antibody.
6. Polymerasi Chain Reaction (PCR)
7. Gamma Phage Lysis
8. Direct Fluorescent Antibody
9. Pemeriksaan immunohistokimia

Pada pemeriksaan foto toraks dapat dijumpai adenopati hilus atau mediastinum atau pelebaran mediastinum dan efusi pleura dengan/tanpa infiltrate pada paru. CT-scan tanpa kontras dapat membantu memperlihatkan adanya limpfadenopati mediastinum

Pengobatan Awal Antraks
Pilihan terapi berupa:

  1. Amoxicillin 3 x 500 mg atau
  2. Doxycycline 2 x 100 mg atau
  3. Clindamycin 2 x 300 mg atau
  4. Ciprofloxacin 2 x 500 mg atau
  5. Moxifloxacin 1x 400 mg atau
  6. Levofloxacin 1 x 500 mg

Diberikan selama 5 – 7 hari

Profilaksis antraks untuk:
1. Orang yg menghirup spora antraks
2. Orang yg kontak langsung dengan hewan antraks
3. Orang yg makan daging terkontaminasi

Post-Exposure Prophylaxis (PEP) :
Pilihan terapi dapat berupa:

  1. Amoxicillin 3 x 500 mg atau
  2. Doxycycline 2 x 100 mg atau
  3. Ciprofloxacin 2 x 500 mg atau
  4. Levofloxacin 1 x 500 mg

Diberikan selama 3 – 5 hari

Pustaka:
Doganay, M., Dinc, G., Kutmanova, A., & Baillie, L. (2023). Human Anthrax: Update of the Diagnosis and Treatment. Diagnostics (Basel, Switzerland), 13(6), 1056. https://doi.org/10.3390/diagnostics13061056
Spencer R.C. Bacillus anthracis. J. Clin. Pathol. 2003;56:182–187. doi: 10.1136/jcp.56.3.182. – DOI – PMC – PubMed..
Subdirektorat Zoonosis. (2017). Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Antraks (PDF). Jakarta: Subdirektorat Zoonosis, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
World Health Organization, Food and Agriculture Organization of the United Nations & World Organisation for Animal Health. (2008). Anthrax in humans and animals, 4th ed.. World Health Organization.

Tim Apoteker RS Panti Rahayu

  1. Apt. V. Suci Rahayu, S. Si.
  2. Apt. Elly Puspita Sari, S.Farm.
  3. Apt. CM. Puri Estiningtyas, S.Farm.
  4. Apt. Maria Atika Sukmana Widyantanti, S.Farm.
  5. Apt. Albertin Gilang Kristanti, S.Farm.
  6. Apt. Priska Karona Puteri Merdeka, S.Farm.
  7. Apt. Lusia Andika Kris Pratiwi, S.Farm.
  8. Apt. Puspa Raras Damasari, S.Farm.
  9. Apt. Prenagia Aldina, S.Farm.
  10. Apt. Siti Arinjani, S.Farm.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: