INFEKSI LATEN TUBERCULOSIS DAN TERAPI PENCEGAHAN TUBERCULOSIS (TPT) UNTUK ELIMINASI TB 2030
apt. Mega Novita Rini, S.Farm
Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta
Jl. Wirosaban No1. Telp (0274) 371195, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tuberculosis menular melalui udara. Berdasarkan laporan Global TB Report 2022, Indonesia berada pada posisi kedua dengan beban kasus TBC tertinggi di dunia setelah India, naik satu peringkat dari 2020. Diperkirakan, kasus TBC di Indonesia tahun 2021 adalah sebanyak 969.000 orang. Dengan kasus yang ditemukan sebanyak 443.235 kasus. Artinya masih ada 525.765 kasus TBC di Indonesia belum ditemukan dan dilaporkan.
Infeksi laten tuberkulosis adalah keadaan dimana seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis namun tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis TB aktif intra maupun ekstra paru seperti tulang, ginjal, mata, jantung, dan hati (Getahun et al, 2015). Namun, jika dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap Mycobacterium tuberculosis melalui uji tuberculin atau interferon didapatkan hasil yang positif. Bakteri TB laten tersebut dapat bertahan selama bertahun-tahun dan bisa terjadi aktivasi bakteri yang dapat menimbulkan gejala TB.
Risiko TB laten berkembang menjadi penyakit TB setelah infeksi paling tinggi segera setelah infeksi awal dan meningkat secara dramatis untuk orang dengan koinfeksi HIV/AIDS atau kondisi penurunan kekebalan lainnya.(Bloom et al., 2017) Rata-rata orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala dan diklasifikasikan menjadi infeksi laten TB (ILTB). Risiko reaktivasi mencapai 5-10% dengan mayoritas menjadi TB aktif 5 tahun setelah terinfeksi kuman TB selama masa hidupnya, sisanya 90-95% menjadi ILTB. Risiko lebih tinggi dapat terjadi pada individu immunocompromised, seperti pada individu dengan human immunodeficiency virus (HIV), penderita diabetes, penyakit coronavirus, bayi, dan anak kecil (berusia <5 tahun) (Gong & Wu, 2021).
Apabila pasien baru terdiagnosis TBC, maka kontak erat dengan pasien yang terdiagnosis TBC harus mendapatkan terapi pencegahan TBC (TPT) untuk mencegah orang dengan ILTB yang memiliki risiko berkembang menjadi TBC. Hal ini juga untuk memutus rantai penularan TBC. Kontak erat dengan pasien TBC terbagi menjadi tiga, yaitu anak usia di bawah lima tahun, anak usia 5-14 tahun, dan remaja dan dewasa (usia di atas 15 tahun).
Selain kontak erat dengan pasien TBC, yang menjadi prioritas pemberian TPT terdiri dari beberapa kelompok risiko yaitu:
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
2. Pasien imunokompromized
3. Warga binaan pemasyarakatan
Terdapat tiga paduan yang dapat digunakan sebagai TPT TBC dan satu paduan untuk TPT TBC Resisten Obat (TBC RO).
1. 6H
Obat yang diberikan yaitu Isoniazid (INH) yang diminum setiap hari selama 6 bulan (180 dosis). Paduan ini dapat digunakan untuk ODHA dan anak di bawah 2 tahun yang kontak erat dengan pasien TBC.
2. 3HP
Obat yang diberikan yaitu kombinasi Isoniazid (INH) dan Rifapentin yang diminum 1 x seminggu selama 3 bulan (12 minggu pengobatan). Paduan ini dapat digunakan untuk ODHA, kontak erat dengan usia di atas 2 tahun, dan kelompok berisiko lainnya.
3. 3HR
Obat yang diberikan yaitu kombinasi Isoniazid dan Rifampicin yang diminum 1 x sehari selama 3 bulan (84 dosis). Sama seperti 6H, Paduan ini dapat digunakan untuk ODHA dan kontak erat anak usia di bawah 2 tahun.
Kontraindikasi untuk TPT yaitu adanya hepatitis akut dan hepatitis kronis, neuropati perifer untuk penggunaan isoniazid, dan konsumsi alcohol.
Saat mendapat TPT, pasien harus dipantau gejala TBC seperti batuk, demam, penurunan berat badan, dan letih/ lesu. Apabila saat mendapat TPT muncul gejala TBC, maka harus dilakukan skrining TBC dan bila hasilnya positif TBC maka TPT harus dihentikan dan diganti dengan obat anti tuberculosis (OAT).
Tatalaksana TPT perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari banyak pihak yaitu seluruh jajaran kementrian/ Lembaga, TNI/Polri, pemerintah daerah, akademisi serta seluruh lapisan masyarakat. Indonesia bersama lebih dari 100 negara di Dunia telah sepakat dan bertekad mencapai Eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2030. Tekad ini harus kita wujudkan dengan upaya meningkatkan penemuan dan pengobatan kasus Tuberkulosis di seluruh Indonesia.
Daftar pustaka :
- Bloom, B. R., Atun, R., Cohen, T., Dye, C., Fraser, H. (2017). Tuberculosis. Major Infectious Diseases. 3rd ed. Washington (DC): The International Bank for Reconstruction and Development. Retrieved from https://doi.org/10.1596/978-1-4648-052 4-0_ch11
- Gong, W., & Wu, X. (2021). Differential Diagnosis of Latent Tuberculosis Infection and Active Tuberculosis: A Key to a Successful Tuberculosis Control Strategy. Frontiers in Microbiology, 12, 1–23. Retrieved from https://doi.org/10.3389/fmicb.2021.745592
- Kemenkes, 2020. Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), Jakarta, Menteri Kesehatan
- Kemenkes, 2019. Petunjuk Teknis Investigasi Kontak Pasien TBC bagi Petugas Kesehatan dan Kader. Jakarta. Menteri Kesehatan
- Tim kerja Tuberkulosis (2021) Tahukah Kalian Pentingnya Terapi Pencegahan TBC (TPT)?.Diakses pada 10 September 2023 link website Kementrian kesehatan :https://tbindonesia.or.id/apakah-kalian-tahu-tpt-dapat-mence/