Amankah Konsumsi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui?
apt. Ayuniasari Satyawati, S. Farm. & apt. Praptiwi, M. Clin. Pharm.
(Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito)
Kehamilan dan menyusui merupakan proses istimewa yang terjadi pada Wanita. Perlunya perhatian khusus terutama pada perkembangan janin ataupun ketika bayi telah lahir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan ibu selama mengandung atau menyusui. Pada masa-masa ini ibu dapat mengalami berbagai keluhan kesehatan yang terkadang membutuhkan obat untuk menyembuhkan atau setidaknya mengurangi gejalanya.
Sekitar 9 dari 10 wanita dilaporkan menkonsumsi beberapa macam obat selama kehamilan, dan sekitar 7 dari 10 wanita dilaporkan menkonsumsi minimal satu macam obat. Sejak tahun 1997 sampai tahun 2018 proporsi wanita yang dilaporkan menkonsumsi obat pada trimester pertama naik hingga 35%. Banyak kasus dimana menghindari atau menghentikan obat selama kehamilan lebih berbahaya dibandingkan ketika menkonsumsi obat saat hamil (CDC, 2023).
Pada masa kehamilan perlu adanya adaptasi terhadap perubahan-perubahan fisiologis dan hormonal, sepertiamenorrhea (menstruasi terhenti), mual, muntah, keluhan kencing, konstipasi, perubahan berat badan, perubahan suhu basal, perubahan warna kulit, perubahan payudara, perubahan pada uterus dan perubahan pada serviks (Sitanggang and Nasution, 2012). Perubahan fisiologis saat kehamilan mempengaruhi laju obat dalam tubuh karena volume plasma meningkat sehingga dapat menurunkan konsentrasi obat yang diminum (Sachdeva et al., ).
Perubahan fisiologi pada tubuh wanita berpengaruh pada nasib obat di dalam tubuh seperti berkurangnya pergerakan saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan penyerapan obat, adanya peningkatan cairan tubuh sehingga terjadi peningkatan volume darah dan berdampak pada distribusi obat di dalam tubuh. Penurunan protein plasma sehingga terjadi peningkatan efek obat. Peningkatan aliran darah di ginjal sehingga mempengaruhi ekskresi obat di dalam tubuh. Perpindahan obat dari ibu ke janin melalui plasenta yang dapat memberikan efek bervariasi terhadap janin, mulai dari tidak menimbulkan efek apapun hingga berefek negative seperti kecacatan atau gangguan perkembangan janin (Dirjen Binfar dan Alkes, 2006).
Beberapa penyebab cacat bawaan antara lain adalah Faktor genetik (kelainan kromosom serta defek gen tunggal), Faktor lingkungan (obat, toksin, etiologi infeksi, faktor mekanis) dan Etiologi multifaktor termasuk kombinasi antara faktor lingkungan dengan faktor genetik. Agen-agen teratogenik menyebabkan sekitar 7% cacat bawaan. Agen teratogenik adalah obat-obatan yang bisa menyebabkan kecacatan pada janin. Salah satu contoh efek teratogenik obat adalah pada tragedi thalidomide di awal tahun 1960an. Teratogenisitas tergantung kepada kemampuan agen atau zat untuk melintasi plasenta.
Perlunya informasi mengenai penggunaan obat yang aman bagi ibu hamil menjadi solusi untuk menjaga kesehatan ibu dan janin. Badan Pengawas Makanan dan Obat- obatan di Amerika Serikat (Food Drug Administration) atau FDA telah mengategorikan tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil (Suffiana, Y., 2019).
Kategori | Keterangan |
A | Aman untuk janin. Berdasarkan studi kontrol yang dilakukan pada ibu hamil, tidak menunjukkan adanya risiko gangguan terhadap janin. Contoh: vitamin C, asam folat, vitamin B6, parasetamol, zinc. |
B | Cukup aman untuk janin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hewan, tidak menunjukkan adanya risiko gangguan terhadap janin. Contoh: amoksisilin, bisakodil, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, metformin. |
C | Berisiko menyebabkan gangguan kehamilan. Berdasarkan riset yang dilakukan pada hewan, menimbulkan efek samping terhadap kehamilan. Sementara studi lanjutan pada manusia belum pernah dilakukan. Contohnya albendazol, allopurinol, aspirin, amitriptilin, ciprofloksasin |
D | Terbukti dapat menimbulkan risiko berbahaya pada janin, tetapi manfaat dari penggunaan pada ibu hamil mungkin bisa diterima meskipun ada risiko obat kategori ini dapat digunakan dalam keadaan yang darurat dan mengancam jiwa. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron, diazepam, kanamisin, fenitoin |
X | Tidak direkomendasikan bagi ibu hamil maupun wanita usia subur. Studi menunjukkan adanya abnormalitas janin dan risiko pada ibu hamil yang melebihi manfaatnya. Contoh: amlodipin, atorvastatin, simvastatin, metotreksat. |
Prinsip penggunaan obat pada masa kehamilan, yaitu:
- Pertimbangkan mengatasi penyakit tanpa menggunakan obat, terutama pada 3 bulan pertama kehamilan dan ibu menyusui,
- Konsultasikan dengan dokter atau apoteker apabila harus mengonsumsi obat, seperti obat untuk penyakit kronis.
- Diupayakan untuk minum hanya satu jenis obat dan dalam waktu singkat, serta dengan dosis terkecil yang efektif
- Hindari polifarmasi
- Konsultasikan dengan dokter jika akan mengonsumsi jamu atau obat tradisional. Hindari jamu dengan kemasan ataupun obat tradisional yang tidak ada ijin BPOM.
- Obat yang diresepkan pada wanita hamil diharapkan lebih besar manfaatnya dibandingkan risiko pada janin
- Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada beberapa obat (misalnya fenitoin, litium)
Pada proses menyusui, hampir semua obat yang diminum ibu terdeteksi didalam ASI namun konsentrasinya rendah. Kelarutan obat dalam lemak, sifat asam-basa obat, dan konsentrasi obat dalam darah ibu menjadi faktor utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI. Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil. Umumnya kadar puncak obat di dalam ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu meminum obat. Sehingga disarankan untuk tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya, sebaiknya untuk sementara tidak memberikan ASI namun tetap harus di pompa (Dirjen Binfar dan Alkes, 2006).
Kategori penggunaan obat bagi ibu menyusui, manurut FDA sebagai berikut (Suffiana, Y., 2019).
Kategori | Keterangan |
L1 | Paling aman. Contoh: parasetamol, ibuprofen, loratadin |
L2 | Aman. Contoh: cetirizin, dimenhidrinat, guaiafenesin. |
L3 | Cukup aman. Contoh: pseudoefedrin, lorazepam, aspirin |
L4 | Kemungkinan berbahaya. Contoh: kloramfenikol, sibutramin |
L5 | Kontraindikasi. Contoh: amiodaron |
Prinsip penggunaan obat pada ibu menyusui :
- Hindari penggunaan obat yang tidak diperlukan. Jika pengobatan memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya.
- Konsultasikan kepada dokter atau apoteker tentang riwayat obat yang pernah dikonsumsi selama menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, obat suplemen.
- Hindari menyusui setelah minum obat. Atur waktu menyusui, dapat diberi jarak 2-3 jam setelah minum obat baru kemudian menyusui.
- Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada bayi.
- Hentikan sementara menyusui jika harus menkonsumsi obat yang kurang aman untuk bayi.
- Amati bayi jika muncul tanda-tanda yang tidak biasa pada bayi seperti nafsu makan turun, timbul ruam atau alergi.
Referensi:
- Dirjen Binfar dan Alkes, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
- CDC, 2023, Facts about Medicine and Pregnancy, https://www.cdc.gov/pregnancy/meds/treatingfortwo/facts.html#print
- Suffiana, Y., 2019, Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Dan Menyusui, https://rsudza.acehprov.go.id/tabloid/2019/05/07/pemberian-obat-pada-ibu-hamil-dan-menyusui/
- Sitanggang, B., and Nasution, S.S., 2012. Faktor-Faktor Status Kesehatan pada Ibu Hamil. Jurnal Keperawatan Klinis, Vol. 4 No. 1, p. 2.
- Sachdeva, P., Patel, B.G., and Patel, B.K., 2009. Drug Use in Pregnancy: a Point to Ponder. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 71 No.1, p. 1-7.