Waspada, Inilah Dampak Menaruh Gadget Dekat Kepala
Gadget merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bagi sebagian besar orang. Namun, tahukah Anda bahwa menaruh gadget dekat kepala dapat menimbulkan dampak berbahaya?
Gadget merupakan salah satu benda yang saat ini selalu dibawa oleh orang. Bahkan menurut survei, terdapat lebih dari 40% pengguna gadget meletakkan gadgetmereka dekat dengan posisi tidur mereka di malam hari. Biasanya hal ini dilakukan agar mereka tidak terlewat ketika ada pemberitahuan penting dari anggota keluarga atau terkait pekerjaan mereka.
Mungkin Anda merupakan sebagian dari orang yang melakukan hal tersebut. Jika ya, sebaiknya mulai saat ini Anda tidak meletakkan gadget dekat dengan Anda ketika Anda ingin tidur di malam hari. Pasalnya, banyak pengaruh negatif yang dapat ditimbukan karena hal tersebut.
Gadget, seperti handphone, televisi, atau tablet yang memiliki layar LED (Light-emitting Diode) memancarkan sinar biru yang telah dipublikasikan oleh beberapa penelitian dapat menghambat produksi hormon melatonin. Selain itu, sinar yang dihasilkan oleh gadget tersebut juga dapat menstimulasi retina, lalu akan diteruskan ke otak, dan otak menafsirkan bahwa saat itu adalah siang hari sehingga produksi hormon melatonin pun dihambat.
Penelitian yang dilakukan oleh Lighting Research Center (LRC) di Rensselaer Polytechnic Institute memaparkan bahwa melihat sinar layar gadget selama 2 jam tanpa henti dapat menekan produksi hormon melatonin sebanyak 22%. Hormon melatonin adalah hormon yang berfungsi untuk mengontrol tidur. Terangnya sinar biru yang dihasilkan oleh gadget mempunyai panjang gelombang yang serupa dengan sinar di siang hari. Melapsonin, atau sel yang berada di dalam retina, sangat sensitif terhadap sinar bewarna biru tersebut sehingga tubuh menafsirkan bahwa saat itu adalah siang hari. Jadi dampaknya terhadap tubuh dapat membuat orang tersebut mengalami gangguan tidur, atau bahkan insomnia.
Oleh karena itu, bukan merupakan suatu hal yang membingungkan jika saat Anda tidur sudah terlelap lalu tiba-tiba terbangun dan melihat gadget, lalu setelah itu Anda tidak dapat tidur lagi. Pasalnya, sinar layar di gadgetAnda dapat ‘mengelabui’ tubuh Anda dan membuatnya berpikir bahwa saat itu adalah siang hari. Akibatnya, tubuh akan mengurangi produksi hormon melatonin.
Gangguan tidur yang berkepanjangan akibat penggunaan gadget juga akan berdampak penyakit lain, seperti obesitas dan diabetes. Penekanan hormon melatonin dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker prostat, kanker kolorectal dan kanker payudara. World Health Organization (WHO) di tahun 2011 menyatakan bahwa penggunaan gadget, khususnyahandphone, kemungkinan dapat berisiko terjadinya penyakit kanker, meskipun hal ini masih belum dapat dipastikan sehingga masih dilakukan penelitian lebih lanjut hingga saat ini.
Namun menurut WHO, risiko yang dapat terjadi pada tubuh, khususnya pada anak-anak, tetap harus diwaspadai. Pasalnya, kulit kepala dan lapisan tengkorak pada anak lebih tipis dibandingkan dengan orang dewasa sehingga anak lebih rentan terhadap paparan radiasi di daerah kepala jika handphone sering diletakkan dekat dengan kepala, seperti saat sedang menelepon.
International Agency for Research on Cancer mendukung pernyataan WHO dengan mengategorikan handphoneke dalam grup 2B yang mempunyai arti bahwa handphone dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker pada manusia, meskipun masih dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendukung pernyataan tersebut dengan pasti.
Untuk menghindari hal negatif tersebut, ada baiknya sejak saat ini Anda mulai bijak untuk menggunakan gadget,khususnya handphone, kepunyaan Anda. Hindari penggunaan gadget 2 jam sebelum tidur untuk menghindari adanya gangguan tidur. Atau jika Anda meletakkan gadget, misalnya handphone, dekat dengan kepala untuk dijadikan sebagai alarm, pastikan Anda sudah mengubahnya menjadi airplane mode. Dan untuk menghindari paparan radiasi saat menggunakan handphone, misalnya saat sedang menelepon, lebih baik jika Anda menggunakan headphone atau mengubah ke mode speaker.
Penulis : dr. Dyah Novita Anggraini
Dikutip dari : klikdokter.com