Berita

Seberapa Pentingkah Zat Besi?

apt. Khomsiyah Sismiati, S.Farm
RS PKU Muhammadiyah Bantul

Peran Zat Besi

Zat besi merupakan mikro mineral yang penting dalam proses hemopoesis atau pembentukan hemoglobin. Setiap molekul hemoglobin mengikat oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Apabila jumlah zat besi dalam bentuk simpanan cukup, maka kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi, akan tetapi jika simpanan zat besi berkurang dan jumlah zat besi yang diperoleh dari makanan kurang, maka akan terjadi ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh.

Zat besi juga berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukkan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA.

Tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah yang tepat. Jika tubuh kekurangan zat besi, hal tersebut dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia/IDA) merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi. Saat tubuh mengalami anemia defisiensi besi, pasokan oksigen dalam sel darah merah untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh akan terhambat. Tubuh juga tidak mendapat oksigen yang memadai, sehingga membuat tubuh merasa lemas dan lelah.

Pentingnya Zat Besi bagi anak

Asupan zat besi yang kurang pada usia dini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anak. Jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan stunting. Selain itu, kekurangan zat besi pada anak dapat menyebabkan gangguan kognitif dan fisik serta peningkatan risiko kematian. Hal tersebut dikarenakan zat besi memegang peran mengedarkan oksigen ke semua jaringan tubuh. Jika oksigenasi ke jaringan tulang berkurang, maka tulang tidak akan tumbuh secara maksimal sehingga resiko untuk mengalami gangguan pertumbuhan atau stunting lebih tinggi.

Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada bayi berat lahir sangat rendah dan apabila tanpa pemberian suplemen besi maka dapat terjadi anemia yang progresif. Pemberian ASI eksklusif pada bayi sesudah 4-6 bulan masih dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi, sehingga suplementasi besi perlu diberikan.

Pentingnya Zat Besi Bagi Remaja

Kebutuhan zat besi pada perempuan 3 kali lebih besar daripada laki-laki. Perempuan normalnya mengalami menstruasi setiap bulan yang secara otomatis mengeluarkan darah sehingga membutuhkan tambahan zat besi yang lebih tinggi.

Beberapa remaja putri lebih cenderung memperhatikan perubahan ukuran tubuh dan penampilan fisiknya sehingga perilaku atau kebiasaan makannya seringkali keliru, seperti membatasi asupan makan khususnya makanan hewani yang mengandung lemak tinggi dan dapat memicu terjadinya kegemukan. Diet remaja biasanya hanya mengandung 6 mg/1000 kkal, sehingga akan kesulitan untuk mencukupi kebutuhan zat besinya. Kekurangan asupan makanan karena diet tersebut dapat menyebabkan defisiensi besi.

Masalah anemia defisiensi besi pada remaja putri dan status gizi yang rendah akan memberikan kontribusi negatif pada masa kehamilan kelak, oleh karena itu perempuan usia subur hendaknya dapat mempersiapkan untuk masa kehamilannya.

Pentingnya Zat Besi Bagi Ibu Hamil

Seorang wanita hamil akan mengalami peningkatan volume darah, hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan akan zat besi. Zat besi yang dibutuhkan ini adalah untuk mencukupi kebutuhan peningkatan sel darah merah, kebutuhan janin, serta kebutuhan plasenta. Kebutuhan zat besi ibu hamil lebih tinggi sekitar 200-300% dari wanita tidak hamil. Jika peningkatan tidak diimbangi intake yang tidak adekuat maka akan terjadi ketidakseimbangan atau kekurangan zat besi pada ibu hamil.

Ketidakseimbangan distribusi kebutuhan zat besi selama hamil akan menimbulkan suatu masalah tersendiri. Beberapa efek anemia defisiensi besi selama kehamilan yaitu gangguan pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk bayi yang dikandung, keguguran, bayi lahir prematur, berat badan bayi lahir rendah, pendarahan sebelum dan selama persalinan, serta resiko tertingginya adalah kematian ibu dan bayi yang dikandung.

Tanda-tanda Klinis Defisiensi Zat Besi

Gejala klasik yang dapat dirasakan ketika terjadi defisiensi zat besi adalah berupa penurunan kapasitas tubuh mengangkut oksigen (kelelahan, kelemahan otot, napas pendek terutama dispnea saat aktivitas fisik). Penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen menyebabkan penurunan penyaluran oksigen ke jaringan yang secara metabolis aktif, yang bagaimanapun harus mendapat oksigen, hal ini secara langsung menyebabkan kelelahan.

Pemeriksaan klinis untuk mendeteksi anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemeriksaan inspeksi yang meliputi organ mata, kuku, bibir dan lidah. Apabila dalam pemeriksaan fisik target organ banyak mengalami perubahan sesuai dengan tanda-tanda klinis anemia gizi besi, maka ada petunjuk bahwa kemungkinan besar menderita Anemia defisiensi besi. Sedangkan untuk penilaian status besi di laboratorium indikator yang dapat digunakan yaitu hemoglobin, hematokrit, besi serum, ferritin serum (SF), transferrin saturation (TS), free erytrocytes protophophyrin (FEP), dan unsaturated iron-blinding capasity serum.

Upaya Pencegahan Defisiensi Zat Besi

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya defisiensi zat besi, antara lain :

1. Meningkatkan asupan zat besi dari makanan
Makanan yang banyak mengandung zat besi bisa berasal dari :
a. Bahan makanan hewani, seperti daging, ikan, ayam, hati, telur
b. Bahan makanan nabati, seperti sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe. Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin A dan vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus dan membantu proses pembentukan hemoglobin.

2. Fortifikasi pada bahan makanan dengan cara menambahkan besi, asam folat, vitamin A dan asam amino essensial

3. Konsumsi suplementasi besi
Suplementasi besi akan menigkatkan oksigenasi dalam sel menjadi lebih baik, metabolisme meningkat dan fungsi sel akan optimal sehingga daya serap makanan menjadi lebih baik. Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, namun suplemen besi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat.

a. Tablet tambah darah
Tablet Tambah Darah (TTD) adalah suplemen zat besi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat (sesuai rekomendaasi WHO). TTD bila diminum secara teratur dan sesuai aturan dapat mencegah dan menanggulangi anemia gizi.

b. Vitamin tetes
Pada bayi cukup bulan diberikan 1 mg besi elemental/kgBB/hari dimulai pada umur 4-6 bulan, dalam kemasan tetesan dalam vitamin.

Pada sebagian orang, setelah mengkonsumsi suplemen besi muncul beberapa gejala seperti mual, muntah, nyeri di daerah lambung, perubahan warna tinja menjadi hitam, dan terkadang diare bahkan sulit buang air besar. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan selama mengkonsumsi suplemen besi, diantaranya

a. Saat mengkonsumsi suplemen besi tidak bersamaan dengan makanan dan obat tertentu, seperti :
– Susu, jumlah kalsium yang tinggi pada susu hewani dapat menurunkan penyerapan zat besi di mukosa usus
– Teh dan kopi, kandungan tanin dan kafein pada teh dan kopi dapat mengikat zat besi menjadi senyawa kompleks (mengkelat) sehingga zat besi tidak dapat terserap
– Tablet kalsium dosis tinggi, dapat menghambat penyerapan zat besi
– Obat lambung, yang berfungsi melapisi lambung sehingga menghambat penyerapan zat besi, terlebih obat lambung yang mengandung kalsium akan semakin menghambat penyerapan zat besi.

b. Memperbanyak asupan air putih untuk mengurangi efek konstipasi



Daftar Pustaka

Achmadi, U. 2013. Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Press

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman Pemberian Besi Bagi Petugas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ibrahim, Siti Misaroh. 2010. Nutrisi Janin dan Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha Medika

Tarwanto dan Wasnidar. 2013. Anemia pada Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.

Whitney E, Rofles SR, penyunting. 2008. Understanding Nutrition. 11th ed.United States: Thomson Wadswoth

Schwartz E. 2004. Iron deficiency anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders

Dallman PR. 1996. Nutritional anemia. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolphs pediatrics. Edisi ke-20. Connecticut: Appleton & Lange

Oski F. 1993. Iron deficiency in infancy and childhood. NEJM

Franz AR, Mihatsch WA, Sander S, Kron M, Pohlandt F. 2000. Prospective randomized trial of early versus late enteral iron supplementation in infants with a birth weight of less than 1300 grams. Pediatrics

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Pelaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: