Berita

Drug Abuse di Sekitar Kita

Oleh : Witri Susila Astuti M.Clin. Pharm.,  Apt.

Drug Abuse dalam bahasa Indonesia berarti penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat  diartikan sebagai penggunaan obat secara berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu.  Istilah Drug Abuse berbeda dengan drug misuse  ( penggunasalahan obat). Penggunasalahan obat bisa  diartikan penggunaan obat yang tidak tepat, disebabkan karena pengguna tidak tahu cara penggunaan obat yang benar  ( Ikawati, 2009). Drug Abuse lebih mengandung unsur kesengajaan sedangkan drug misuse terjadi karena kurangnya pengetahuan pengguna.

Apa sajakan efek drug abuse?

Efek Drug Abuse bisa merubah cara berpikir seseorang dan merubah pengambilan keputusan.  Masalah terbesar Drug abuse adalah timbulnya adiksi/ ketagihan bagi penggunanya.  Masalah  kesehatan lain yang dipicu oleh Drug Abuse adalah mengemudi sambil mabuk, dan resiko penularan infeksi seperti HIV.  Drug abuse jenis lain bisa berbahaya bagi janin ( National Instutute of Drug Abuse, NIH, 2016b )

Bagaimana proses terjadinya adiksi?

Saat terjadi kasus pelawak Nunung ditangkap beberapa waktu lalu, banyak orang merasa kaget, dan mempertanyakan bagaimana dia bisa terjerat narkoba di usia yang matang dan di puncak karier? Banyak orang tidak memahami mengapa dan bagaimana seseorang bisa kecanduan obat. Kita sering mengira mereka yang mengalami adiksi adalah orang yang tidak bermoral atau tidak punya prinsip hidup yang benar, dan mengira adiksi bisa dihentikan asal pecandu punya keinginan untuk memilih stop. Kenyataannya adiksi obat adalah penyakit yang kompleks dan untuk bisa stop butuh lebih dari keinginan yang kuat. Obat-obat yang menimbulkan adiksi bisa merubah fungsi otak sehingga berhenti adalah hal yang sulit bahkan untuk yang berkeinginan kuat sekali pun. Untungnya peneliti menemukan bagaimana obat-obat ini berefek di otak dan menemukan terapi yang bisa membantu pecandu untuk sembuh dari adiksi dan bisa melanjutkan hidup yang produktif ( National Instutute of Drug Abuse, NIH, 2016b )

Kecanduan adalah penyakit kronis yang ditandai dengan “mencari-cari obat” dan penggunaan obat yang kompulsif, atau sulit dikendalikan meski memiliki konsekuensi berbahaya. Keputusan awal untuk minum obat bersifat sukarela bagi kebanyakan orang, namun penggunaan narkoba berulang-ulang dapat menyebabkan perubahan otak yang menentang pengendalian diri orang-orang kecanduan dan mengganggu kemampuan mereka untuk melawan dorongan kuat untuk menggunakan narkoba. Perubahan otak ini bisa terus berlanjut, oleh karena itu kecanduan obat dianggap sebagai penyakit yang “kambuh” ; orang yang sembuh dari gangguan penggunaan obat berisiko tinggi kembali ke penggunaan narkoba bahkan setelah bertahun-tahun tidak minum obat tersebut. ( National Instutute of Drug Abuse, NIH, 2016b )

Adalah hal lumrah bagi seseorang untuk kambuh, tapi kambuh tidak berarti pengobatan itu tidak berhasil. Seperti kondisi kesehatan kronis lainnya, pengobatan harus terus berlangsung dan harus disesuaikan berdasarkan bagaimana respon pasien. Rencana perawatan perlu dikaji ulang dan dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan pasien yang berubah.

Apa yang terjadi pada otak saat seseorang memakai narkoba?

Sebagian besar obat mempengaruhi “reward sircuit” otak dengan membanjiri dopamin pembawa pesan kimia. “Reward sircuit” ini mengendalikan kemampuan tubuh untuk merasakan kesenangan dan memotivasi seseorang untuk mengulangi perilaku yang dibutuhkan untuk berkembang, seperti makan; atau menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai. Overstimulasi dari sircuit  tersebut menyebabkan perasaan yang sangat menyenangkan yang dapat menyebabkan orang untuk minum obat lagi dan lagi.

Gambar 1.  The brain’s reward circuit
(Image by NIDA)

Seiring seseorang terus menggunakan narkoba, otak menyesuaikan kelebihan dopamin dengan membuat lebih sedikit dopamine dan / atau mengurangi kemampuan respon sel di sirkuit penghargaan (“reward sircuit” ). Hal ini mengurangi “efek kesenangan” yang dirasakan orang dibandingkan dengan tingkat “efek kesenangan” yang dirasakan saat pertama kali mengkonsumsi obat tersebut;  efek yang dikenal sebagai toleransi. Pengguna mungkin akan mengkonsumsi lebih banyak obat, mencoba mencapai dopamin yang sama tinggi. Hal ini juga dapat menyebabkan berkurangnya  kesenangan dari hal lain yang pernah mereka nikmati sebelumnya, seperti makanan atau kegiatan sosial.

Penggunaan jangka panjang juga menyebabkan perubahan pada sistem kimia otak dan sirkuit lainnya, yang mempengaruhi fungsional yang meliputi:

  • Perubahan cara belajar atau cara menginterpretasi sesuatu
  • Perubahan fungsi pertimbangan
  • Perubahan cara  pengambilan keputusan
  • Menimbulkan stress
  • perubahan memori
  • perubahan perilaku

Meskipun menyadari hasil yang berbahaya ini, banyak orang yang menggunakan narkoba terus membawa obat, yang merupakan sifat kecanduan. (Sherman C., 2017)

Prevalensi drug abuse

Hasil survey BNN pada tahun 2016 menunjukkan 4 dari 100 siswa diperkirakan pernah menggunakan narkoba. Meskipun hasil itu menurun dibanding 1 dekade sebelumnya yaitu sekitar 8 dari 100 siswa namun angka tersebut masih menimbulkan keprihatinan. Terlebih lagi jika dilihat prevalensi pengguna narkoba baru ( mencoba pakai narkoba) masih menunjukkan kenaikan pada tahun 2016 (Puslitdatin BNN, 2016).

Yogyakarta, sebagai kota pelajar, di  tahun  2016, meraih  angka  pernah  pakai  tertinggi diikuti  DKI  Jakarta,  Sumatera Barat dan Kalimantan Timur. Sementara  itu,  tiga  provinsi  yang  memiliki  angka  prevalensi  setahun  pakai narkoba tertinggi adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. (Puslitdatin BNN, 2016).

Jenis obat yang sering disalahgunakan

Jenis  narkoba  yang  paling  banyak  digunakan  adalah  ganja,  baik  pada  kelompok  coba  pakai  ataupun  teratur/pecandu. Ganja  banyak  digunakan  pertama  kali  karena  mudah  didapat  dan  harganya  relatif  dapat  dijangkau. Pengguna obat  pertama  kali memakai ganja  saat  bersama  teman-temannya  yang  lebih  dahulu  menjadi  penyalahguna  narkoba,  dan  biasanya  mencoba  ganja  yang  dimiliki  temannya  tersebut. Jenis  lain  obat lain yang  banyak  disalahgunakan  adalah  obat  daftar  G  (obat  resep)  seperti  tramadol,  dextromethorphan,  dan trihexyphenidil. Pecandu bisa mendapatkan obat ini dengan berbagai cara mungkin memang ada pengedarnya, tapi bisa juga pengguna memalsukan resep dan membeli obat di apotek (Puslitdatin BNN, 2016)

Obat obat golongan psikotropika yang sering disalahgunakan :

  1. Shabu-shabu Metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin)

Shabu-shabu adalah bubuk putih dan pahit. Terkadang dibuat menjadi pil putih atau batu mengkilap yang bening atau putih (disebut kristal). Serbuk shabu bisa ditelan atau dihisap di hidung. Bisa juga dicampur dengan cairan dan disuntikkan ke tubuh dengan jarum. Shabu kristal bisa diisap dengan pipa kaca kecil. Shabu pada awalnya menyebabkan perasaan terburu-buru, tapi kemudian mereka yang menggunakannya merasa gelisah, terlalu bersemangat, marah, atau takut. Pikiran dan tindakan pengguna berjalan sangat cepat. Pengguna mungkin juga merasa kepanasan. Methampetamine bisa mempercepat pernapasan dan menaikkan tekanan darah. Shabu bisa membuat orang hiperaktif (penuh dengan energi) sehingga mungkin banyak bicara dan banyak bergerak, bahkan tidak berhenti untuk makan atau tidur. Orang yang menggunakan shabu sering menggaruk kulitnya, menyebabkan luka. Pengguna mungkin terbakar di bibir dan jari mereka karena memegang pipa bong.

Shabu bisa membuat mood seseorang berubah dengan cepat. Misalnya, mereka mungkin merasa senang, lalu menjadi marah dan penuh kekerasan. Mereka mungkin merasa takut ada orang yang menyerangnya. Namun ada juga yang mungkin ingin mengakhiri hidup mereka sendiri. Orang yang kecanduan shabu mulai perlu menggunakan lebih banyak untuk mendapatkan sensasi yang sama. Orang yang biasanya cukup dengan minum obat, mungkin bisa mengisap asap atau menyuntikkannya agar mendapat efek lebih kuat.

Gambar 2.  Methampethamine (shabu-shabu)

2. Ectaxcy (mdma = 3,4-Methyl​enedioxy​methamphetamine )

MDMA adalah obat yang sering digunakan orang di pesta dan klub. Ini mempengaruhi suasana hati dan bagaimana perasaan terhadap lingkungan. Orang yang menggunakan MDMA biasanya dalam bentuk kapsul atau tablet, meski beberapa orang menelannya sebagai cairan. Orang lain mungkin mengendus/menghisap bubuknya. Terkadang orang mengambil MDMA bersama dengan obat lain seperti alkohol atau ganja.

Gambar 3. Ectaxsy

Penggunaan MDMA dan Ketergantungan

MDMA membuat orang merasa sangat ramah dan penyayang, tapi juga memiliki efek negatif. Efek negative yang bisa timbul adalah bisa mudah tersinggung atau mengalami masalah tidur, bisa juga terjadi muntah, mengalami kedinginan atau berkeringat. MDMA juga dapat menyebabkan pusing, kram otot, atau nyeri gigi yang tidak terkendali. Senyawa ini juga meningkatkan suhu tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Efek ini bisa berbahaya di keramaian. Begitu efeknya hilang, pengguna bisa merasa sedih atau gugup berhari-hari. MDMA bisa membuat pengguna tidak mau makan. Seiring waktu, pengguna mungkin akan kehilangan berat badan terlalu banyak dan sakit

Penggunaan berat MDMA bisa memberi masalah jangka panjang. Pengguna mungkin merasa bingung atau depresi berat, atau mengalami masalah dengan ingatan.

Orang yang kecanduan MDMA dan mencoba berhenti menggunakan MDMA secara tiba tiba bisa mengalami hal hal berikut; pengguna bisa menjadi mudah tersinggung, gugup, atau depresi. Pengguna juga bisa merasa sangat lelah, kehilangan nafsu makan, mengalami kesulitan tetap fokus, dan memiliki hasrat untuk mengambil lebih banyak MDMA. ( National Instutute of Drug Abuse, NIH, 2016a )

3. New Psychoactive Substance  (NPS)

New Psychoactive Substance (NPS) merupakan senyawa baru yang bersifat psikoaktif. Berdasarkan data BNN, NPS ini beragam bentuk, jenis, dan cara pemasarannya. NPS  disinyalir juga  dikemas dalam bentuk permen dan jajanan anak yang dapat diperoleh di penjaja makanan di sekitar sekolah ataupun warung. NPS yang beredar merupakan kannabinoid sintetis, katinon sintetis dan turunannya, turunan fenetilamin, turunan piperazin, turunan tryptamine, ketamine dan turunannya. (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Jenis NPS di dunia mengalami lonjakan drastis. Tahun 2012 ditemukan  sebanyak 216 zat baru, lalu meningkat menjadi 430 zat pada tahun 2013, dan terus meningkat menjadi 450 NPS di tahun 2014, dan terakhir tercatat sebanyak 643 jenis zat di Tahun 2015. Di Indonesia, pada Tahun 2014 telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, dimana sejumlah 18 jenis NPS telah termasuk dalam lampiran. Seiring dengan perkembangan penyalahgunaan narkoba, saat ini sebanyak 43 jenis telah tercantum dalam lampiran Permenkes Nomor 9 Tahun 2015 dan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika serta lampiran Permenkes Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Dari data tersebut penggolongan NPS tidak hanya golongan Narkotika tetapi juga golongan Psikotropika.

Hasil investigasi yang dilakukan BNN menemukan peredaran dan penjualan NPS melalui media sosial, seperti toko atau website online. NPS  biasanya dijual dalam bentuk produk tembakau super, misalkan tembakau jenis cap beruang dan gorilla. Untuk memberikan kesan produk baru, maka seringkali namanya berganti tetapi isi kandungannya relatif sama yaitu berupa tembakau.

Tembakau beruang merupakan narkoba jenis ganja sintetis atau sintetik cannabinoid punya efek nyaris mirip dengan ganja biasa, yakni memberi rasa nyaman sementara. Namun, bahan kimia dalam tembakau ini punya efek yang bisa mengikat daya halusinasi lebih kuat dibanding dengan ganja biasa. Dampak buruk dari sintetis cannabinoid bisa menimbulkan kecemasan dan paranoid yang ekstrem.

Beberapa jenis NPS yang perlu diwaspadai peredarannya :

a. Kannabinoid sintetis

Contoh : Spice, K2, Kronic, Northern Lights, Kaos, FUB-144, B-CHMINACA, AB-FUBINACA, CB-13 dan lain-lain. Kannabinoid sintetis secara fungsional setara dengan senyawa delta-9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC), adalah senyawa primer yang bertanggung jawab terhadap efek psikoaktif dari cannabis.

Efek dari kannabioid sintetis meliputi efek kardiovaskular , acute kidney injury, kejang, Masalah psikiatrik , hyperemesis, takicardia, agitation and nausea.

b. Phenethylamines

Contoh : 2C series (2C-E, 2C-B, 2C-I), 4-FMA, NBOMe series (25I, 25C, 25B), PMMA, 5-APB, 6-APB, D series (DOI, DOC), benzodifurans (Bromo-Dragonfly)

Phenethylamines adalah obat yang termasuk psikoaktif dan berefek stimulan. Amphetamine, methamphetamine and MDMA adalah contoh golongan  phenethylamines yang telah masuk dalam aturan terdahulu. Contoh senyawa baru yang diatur di PMK No. 58 tahun 2017 tentang  Perubahan Penggolongan Narkotika adalah  golongan 2C and NBOMe.

Efek samping  NBOMe meliputi komplikasi kardiovaskular, agitasi, seizure, hipertermia, asidosis metabolic, takikardi, kegagalan organ dan juga kematian.

c. Katinone sintetik.

Senyawa ini mengingatkan kita pada kasus artis RA., yang mengira ini bukan zat adiktif, ternyata termasuk golongan NPS. Katinon sintetik sangat terkait dengan golongan phenetilamin dan tipikalnya adalah menyerupai analog amfetamin. Katinon sintetik pertama yang dilaporkan adalah metilon ( analog MDMA). Contoh lainnya adalah 4-Klorometkatinon, Benzedrone, Mexedrone, N-ethyl Pentylone.

Resiko penggunaan katinon sintetik meliputi , kecemasan , agitasi, nyeri dada, paraesthesia, palpitasi jantung, seizure, takikardi, hipertensi, dan ketergantungan.

d. Tryptamines

Contoh : DMT, 5-Meo-DMT, 5-Meo-DPT, AMT, 4-AcO-DMT.

Beberapa triptamin adalah neurotransmitter alami yang seringkali merupakan halusinogen psikoaktif yang banyak ditemukan di tumbuhan, jamur dan hewan.

Yang termasuk dalam triptamin alami meliputi : 5-Meo-DMT dan DMT, sedangkan yang termasuk senyawa sintetik adalah   AMT dan 4-AcO-DMT.

e. NPS Lainnya :

Ada berbagai kategori NPS lainnya diantaranya:

1). Aminoindanes

Contoh :  MDAI, 5-IAI, 2-AI.

Senyawa aminoindeanes mempunyai efek mirip dengan yang  diamati dan dilaporkan dalam penggunaan  3,4-Methylenedioxymethamphetamine (MDMA).

2). Arylcyclohexylamines (kelas senyawa yang biasanya menghasilkan anestesi disosiatif)

Contoh :  3-MeO-PCE, 4-MeO-PCP, Methoxetamine atau MXE)

3). Novel benzodiazepin (mis. Pyrazolam, diclazepam, flubromazepam, etizolam)

4). Opioid baru (mis. AH-7921; MT-45, analog fentanyl seperti BF, PFBF, 4F-BF)

5). NPS berbasis tanaman (tanaman dengan sifat psikoaktif; mis. Kratom, khat, salvia divinorum)

6). Piperazines (dideskripsikan sebagai ‘obat-obatan yang gagal’ dan sering dijual sebagai ekstasi karena sifat stimulan sistem saraf pusatnya; misalnya BZP, mCPP, TFMPP). Kerugian kesehatan terkait dengan penggunaan BZP dan TFMPP mungkin termasuk: sakit kepala, tremor, konsentrasi buruk, jantung berdebar, muntah, cemas, kebingungan, hipertermia, rhabdomiolisis, gagal ginjal, kejang, pusing, midriasis, insomnia, dan retensi urin.

Apa peran apoteker dalam mencegah drug abuse?

1. Menjunjungtinggi  etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien dalam mengelola narkotika,psikotropika dan perkursor farmasi.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
a. membatasi penyerahan obat narkotika dan psikotropika;

1). bagi Apotek lainnya; Puskesmas; Instalasi Farmasi Rumah Sakit; Instalasi Farmasi Klinik; untuk memenuhi kekurangan jumlah Narkotika dan/atau Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima dengan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab;

2). bagi Dokter yang memenuhi persyaratan dan

3). bagi Pasien berdasarkan resep dokter

b. menyimpan  Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di  gudang, ruangan, atau lemari khusus yang memenuhi persyaratan keamanan

c. membatasi akses dan membuat prosedur khusus untuk pengambilan obat narkotika,psikotropika dan perkursor farmasi

d. melakukan pelaporan stok secara rutin

e. memusnahkan obat sesuai prosedur

2. melakukan edukasi  kepada masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat

3. Mewaspadai adanya kemungkinan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan perkursor farmasi, dengan mencermati kemungkinan adanya  resep-resep yang palsu, atau resep dengan jumlah obat yang tidak wajar. Jika terdapat hal-hal yang tidak wajar, komunikasikan dengan dokter penulis resep untuk konfirmasi obat.

Referensi :

  1. Puslitdatin BNN, 2016, Ringkasan Eksekutif :  Hasil Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Propinsi Tahun 2016
  2. https://zulliesikawati.wordpress.com/tag/penyalahgunaan-obat/
  3. NIDA, 2016a, Commonly Abused Drugs, National Institute on Drug Abuse January 2016
  4. NIDA, 2016b, Understanding Drug Use and Addiction, Drug Facts, www.drugabuse.gov, National Institute on Drug Abuse; National Institutes of Health; U.S. Department of Health and Human Services, Updated August 2016
  5. https://easyread.drugabuse.gov, January 2017
  6. Kementerian Kesehatan RI, 2017, Infodatin : Anti Narkoba Sedunia, 26 Juni 2017, ISSN 2442 – 7659
  7. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/drug-addiction/basics/definition/CON-20020970, Dec 2014
  8. Sherman C., 2017, Impacts of Drugs on Neurotransmission: The defining features of drug intoxication and addiction can be traced to disruptions in neuron-to neuron signaling, March 09, 2017, National Institute on Drug Abuse (NIDA).htm
  9. National Drug and Alcohol Research Centre. Updated 2016.,  New (and emerging) Psychoactive Substances (NPS) Edited by Rachael Sutherland/Monica Barratt

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: