Apoteker & Penelitian
APOTEKER DAN PENELITIAN
Oleh : Didik Yuni Prasetya, M.Sc., Apt
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES
Beberapa dekade belakangan ini akibat adanya dorongan oleh realitas pasar, profesi apoteker telah mulai melakukan perubahan besar dalam praktiknya. Sebagai konsekuensinya yaitu adanya kebutuhan untuk menerapkan praktik berbasis bukti. Hanya praktik berbasis bukti kuat yang akan diterima oleh praktisi kesehatan lainnya, dan selanjutnya akan menjadi informasi kepada pasien sebagai layanan dari apoteker. Untuk melanjutkan praktik baru ini, dan agar layanan sesuai dengan praktik, apoteker harus berpartisipasi secara aktif untuk melakukan penelitian yang diperlukan untuk menetapkan basis bukti yang dibutuhkan (Armour et al., 2007). Hal ini sesuai dengan kompetensi Apoteker menurut WHO yang dikenal dengan Eight Stars Pharmacist, salah satunya yaitu researcher, artinya apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu kefarmasiannya.
Pada sebuah penelitian yang berjudul The Rise of Asia: A Research Profile terlihat gambaran jumlah publikasi dari negara di Asia (Kamalski dan L’Huillier, 2011).
Dari gambar terlihat bahwa negara Indonesia masih sangat minim dalam melakukan publikasi ilmiah. Selain dari gambar tersebut, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah peneliti dan publikasi jurnal penelitian di Indonesia masih sangat rendah. Untuk itu, kondisi ini jelas harus diperbaiki. Pada dasarnya, pemerintah menargetkan 8.000 penelitian bisa terpublikasikan di masa mendatang. Tapi, karena menyesuaikan anggaran pemerintah, maka target menjadi 6.000 hingga 6.500 penelitian yang bisa dipublikasikan. LIPI menyatakan, penelitian Indonesia selama ini masih belum banyak mendapatkan pengakuan internasional. Banyaknya jumlah SDM belum sebanding dengan hasil riset yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, LIPI mengungkapkan salah satu upayanya, yakni meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Upaya ini dapat dilakukan dengan meningkatkan aktivitas ilmiah (LIPI, 2016).
Penelitian berbasis bukti ilmiah dan dipublikasikan sangat berperan penting dalam bidang kesehatan. Secara umum, alur penelitian ilmiah mengambil permasalahan penelitian dari bukti ilmiah atau fakta empiris sebelumnya dan dituangkan dalam bentuk rumusan masalah. Kerangka teori dan konsep akan memunculkan hipotesis (kesimpulan sementara), lebih lanjut dilakukan metode penelitian serta pengumpulan dan pengolahan data dan didapatkan hasil beserta kesimpulan. Tidak cukup berhenti sampai disitu, hasil dari penelitian tersebut harus dipublikasikan agar diakui dan didapatkan teori berdasarkan bukti ilmiah.
Dalam melakukan penelitian pastilah muncul berbagai kendala. Kurangnya penguasaan teori dan rendahnya kesadaran terhadap fakta empiris menyebabkan minimnya pengumpulan permasalahan dan ide penelitian. Selain itu juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara penelitian dengan kebutuhan pelayanan. Kurangnya penguasaan metode penelitian serta kurangnya penguasaan teknik pengumpulan dan analisis data menyebabkan data tidak adekuat, kesimpulan tidak sesuai dan tidak layak dipublikasikan. Kurangnya penguasaan dalam menyajikan hasil penelitian dan rendahnya kemampuan penulisan dan bahasa juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah. Di samping itu, masih ada kendala teknis, diantaranya waktu dan dana yang tidak mencukupi, birokrasi dan sistem organisasi kurang mendukung, keterbatasan bahan, peralatan, dan sumber data.
Kolaborasi merupakan bagian penting dalam penelitian farmasi praktis. Menurut Good Pharmacy Practice, terdapat 4 peranan apoteker yaitu
Peran 1: menyiapkan, menghasilkan, menyimpan, menjamin, mendistribusikan, mengatur, dan memusnahkan produk kesehatan;
Peran 2: menyediakan pengobatan yang efektif dalam penatalaksanaan terapi;
Peran 3: memelihara dan meningkatkan peran profesionalnya;
Peran 4: ikut serta dalam meningkatkan efektivitas sistem perawatan kesehatan dan kesehatan masyarakat (GPP, 2011).
Lingkup penelitian pelayanan farmasi mengharuskan tema yang berhubungan langsung dengan pasien sehingga diperlukan adanya kolaborasi antara akademisi dan praktisi. Kolaborasi tersebut akan memperkaya ide dan gagasan penelitian, meningkatkan penguasaan teori dan metode penelitian, mengoptimalkan kuantitas dan kualitas data yang akan menghasilkan kesimpulan penelitian layak publikasi.
Tidak semua apoteker dapat melaksanakan kinerja publikasi. Ikatan Apoteker Indonesia menghargai kinerja publikasi untuk mendorong peningkatan pengetahuan dan/atau keterampilan apoteker. Maksimal SKP yang diberikan adalah sebesar 37,5 SKP selama 5 (lima) tahun (KFN, 2014). Pengukuran atas kinerja Publikasi Ilmiah atau Popular Bidang Kefarmasian dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.
Sedangkan Pengukuran atas kinerja Pengembangan Ilmu dan Pendidikan adalah mengikuti Tabel 2 di bawah ini.
Pola pikir merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada apoteker. Apoteker pada umumnya menganggap penelitian menjadi sulit dan bukan bagian dari praktik kefarmasin “normal” dan oleh karena itu kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka untuk melakukannya. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi jangka panjang yang mendidik para mahasiswa farmasi agar dapat mengetahui pentingnya praktik berbasis bukti. Hal yang perlu diketahui untuk mendidik praktisi farmasi bahwa layanan yang didanai pemerintah saat ini ada karena penelitian yang dilakukan di masa lalu sehingga keterlibatan praktisi dalam penelitian sangatlah penting (Armour et al., 2007).
Daftar Pustaka
Armour C., Brillant M., dan Krass I., 2007, Pharmacists’ views on involvement in pharmacy practice research: Strategies for facilitating participation. Pharmacy Practice 2007;5(2):59-66.
GPP, 2011, Good Pharmacy Practice, Available from: URL: https://www.fip.org/good_pharmacy_practice
Kamalski J. dan L’Huillier R., 2011, The Rise of Asia: A Research Profile Discussing some of the statistics underlying its development and the current state of research in Asia. Available from: URL: https://www.elsevier.com/editors-update/story/publishing-trends/the-rise-of-asia-a-research-profile
KFN, 2014, Pedoman Re Sertifikasi Apoteker dan Penentuan Nilai Satuan Kredit Partisipasi (SKP) hal: 33-34.
LIPI, 2016, Jumlah Peneliti dan Publikasi Penelitian Masih Rendah, Republika, edisi 3 Maret 2016. Hal: 3.