TBC Tak Kunjung Usai, Apoteker Harus EDAN?
apt. Inda Asriani, S.Farm & apt. Nur Azizah M, S.Farm
(Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Bantul)
Kasus tuberculosis (TBC) di Indonesia masih terbilang sangat tinggi, Indonesia sendiri menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus sebanyak 969 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Pada tahun 2022 Kementerian Kesehatan bersama dengan seluruh tenaga kesehatan mendeteksi penderita Tuberkulosis (TBC) lebih dari 700 ribu kasus. Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menargetkan mulai januari 2023 pemeriksaan TBC harus mencapai 60.000 kasus per bulan. Upaya ini dilakukan untuk mendukung eliminasi TBC tahun 2030.
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri TBC ini menyerang organ paru, tetapi bisa juga menyerang organ lainnya seperti tulang, sendi, kelenjar getah bening, selaput otak atau disebut sebagai TB Ekstra Paru. Sumber penularan TBC adalah melalui droplet pasien TB BTA positif pada saat batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet.
Peningkatan kasus TBC pada setiap tahunnya menunjukkan bahwa kegagalan pengobatan TBC di Indonesia cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya kepatuhan minum obat pasien masih rendah, tingkat pengetahuan pasien akan bahaya TBC masih kurang dan efek samping obat. Selain faktor dari pasien terdapat juga faktor dari penyedia layanan kesehatan berupa kekosongan obat FDC sehingga terjadi penyesuaian dosis fdc menjadi dosis sediaan tb lepasan sehingga jumlah obat yang minum lebih banyak.
Rumah sakit salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang mendukung program pemerintah dalam penanggulangan kasus TBC di indonesia. Salah satu program nasional dan termasuk dalam standar akreditasi rumah sakit yaitu penurunan angka kesakitan Tuberkulosis. Dalam hal ini peran rumah sakit cukup besar untuk menurunkan jumlah penderita TB dan mencegah resistensi penggunaan OAT. Kegiatan yang dilakukan diantaranya melalui program DOTS (DOTS/ Directly Observed Treatment Shortcourse). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu: komitmen pemerintah, pemeriksaan mikroskopis, Pengawas Menelan Obat (PMO), ketersediaan OAT, dan sistem pencatatan.
Kita sebagai Apoteker juga berperan dalam pencegahan dan pengobatan TBC, salah satunya dengan “EDAN” yaitu :
- Edukasi pasien tentang pentingnya kepatuhan minum obat,
- Dapatkan obat TB sesuai dosis yang benar dan pastikan ketersediaan obat TBC di fasyankes
- Atur waktu minum dengan benar supaya nyaman dan mengurangi efek tidak nyaman ketika minum obat, yaitu dengan :
- Isoniasid dan rifampisin sebaiknya diminum saat perut kosong (1 jam sebelum makan), namun bila pencernakan tidak nyaman (mual, muntah,nyeri perut) obat bias diminum 2 jam sesudah makan.
- Ethambutol dan pirazinamid sebaiknya diminum setelah makan.
- Jika lupa minum obat maka segeralah minum ketika ingat.
- Nikmati kesembuhan TBC
DAFTAR PUSTAKA
ASHF. 2022. ASHF Drug Information bagian 8-16
Deteksi TBC Capai Rekor Tertinggi di Tahun 2022. (2023). Diakses pada 15 Juni 2023
Link : https://www.kemkes.go.id/article/view/23033100001/deteksi-tbc-capai-rekor-tertinggi-di-tahun-2022.html
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. 2022. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Indonesia Raih Rekor Capaian Deteksi TBC Tertinggi di Tahun 2022. (2023). Diakses pada 15 Juni 2023
Link : https://promkes.kemkes.go.id/indonesia-raih-rekor-capaian-deteksi-tbc-tertinggi-di-tahun-2022
MIMS Indonesia (2022). Rifampicin.
Yasir dan Hasanudin. 2016. Hubungan Pelaksanaan Strategi DOTS dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis Paru Pada Pasien Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. 9(3). 289-290.
World Health Organization. 2004. Tuberculosis Indonesia Fact, TB program Progress Report.