Patuh Minum Obat, Untuk Kualitas Hidup Yang Lebih Baik
PATUH MINUM OBAT, UNTUK KUALITAS HIDUP YANG LEBIH BAIK
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH
Jl. CIK DI TIRO No. 30 YOGYAKARTA
Mengapa kepatuhan obat bisa meningkatkan kualitas hidup? Bagaimana cara meningkatkan kepatuhan penggunaan obat? Apa sajakah faktor-faktor yang bisa mengurangi kepatuhan penggunaan obat dan bagaimana kita menghindari dan mengatasi faktor-faktor tersebut?
Di dalam memberikan terapi pengobatan, seorang dokter berprinsip Rational Use of Medicine sesuai definisi WHO pada tahun 1985, berupa pengobatan yang rasional, yaitu pasien menerima obat sesuai dengan keadaan klinisnya, dengan dosis yang memenuhi kebutuhan individualnya selama jangka waktu tertentu, serta biaya yang terjangkau bagi pasien dan juga komunitasnya.
Beberapa indikator untuk menilai rasionalitas pengobatan, antara lain: 1) Tepat pasien, 2) Tepat indikasi, 3) Tepat Obat, 4) Tepat dosis, cara pemberian, dan lama penggunaan obat, serta 5) Waspada terhadap efek samping obat. Sebenarnya bahkan bisa dijabarkan lebih banyak lagi misalnya tepat waktu pemberian (pagi, siang, malam atau sebelum, sewaktu, sesudah makan).
Dalam mewujudkan praktek pengobatan yang rasional ini, kepatuhan pasien menjadi bagian yang penting, artinya dengan peresepan yang sudah tepat pasien, tepat indikasi, dan tepat obat pun, apabila pasien tidak menggunakan obat tersebut sebagaimana mestinya, maka keberhasilan terapi akan sulit dicapai.
Bagaimana menilai keberhasilan terapi?
Tergantung pada tujuan terapi yang diberikan, obat bisa memberikan efek mengurangi rasa sakit, mengurangi gejala, menyembuhkan penyakit, mengendalikan penyakit, mencegah penyakit, dan lain sebagainya. Kita bisa menilai keberhasilan terapi apabila tujuannya tercapai, dan keberhasilan ini selain peran dokter, pasienpun memiliki peran yang tidak kalah besarnya dalam menunjang keberhasilan pengobatan.
Dampak ketidakpatuhan pasien dalam proses terapi
Ketidakpatuhan pasien menjadi permasalahan tidak hanya di negara maju namun juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka kepatuhan yang rendah terbukti menimbulkan masalah seperti peningkatan angka penyakit kronis beserta komplikasinya, penurunan kualitas hidup pasien, biaya pengobatan yang membengkak dan tidak efisien, bahkan peningkatan angka mortalitas (kematian).
Beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antara lain:
- Tidak menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter
- Dosis yang tidak sesuai (under dose ataupun over dose)
- Menghentikan pengobatan sebelum waktunya
- Mengonsumsi obat pada waktu yang tidak tepat
- Mengonsumsi obat yang diresepkan untuk orang lain
- Mengonsumsi obat bersamaan dengan makanan, minuman, cairan ataupun obat lain yang berinteraksi
- Mengonsumsi obat yang sudah melewati masa kadaluwarsa
- Mengonsumsi obat yang sudah rusak
- Menyimpan obat-obatan tidak sesuai dengan aturan penyimpanannya
- Menggunakan obat yang tidak sesuai dengan cara penggunaannya (misalnya: tablet antibiotik digerus kemudian ditaburkan pada luka)
Berbagai bentuk ketidakpatuhan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi pasien sendiri, maupun bagi tenaga/sarana kesehatan. Bagi pasien, ketidakpatuhan minum obat dapat berakibat penyakit yang diderita tidak kunjung sembuh, semakin parah, maupun mengalami efek samping seperti halnya apabila pasien mengonsumsi obat bersamaan dengan makanan atau minuman atau obat lain yang tidak diperbolehkan, dan biaya terapi yang menjadi tidak efisien. Sementara itu, bagi tenaga/sarana kesehatan, ketidakpatuhan pasien bisa saja menghilangkan atau mengurangi kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan karena dianggap kurang tepat dalam memberikan obat sehingga kondisi pasien tidak membaik, padahal sebenarnya hal tersebut terjadi akibat ketidakpatuhan dalam menggunakan obat yang diberikan.
Faktor Penyebab Ketidakpatuhan
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat, antara lain: faktor penyakit, faktor pasien, faktor tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan serta pemerintah.
Pasien dengan penyakit kronis (hipertensi, diabetes mellitus, dsb.) harus mengkonsumsi obat dalam jangka panjang atau mungkin seumur hidupnya, sehingga tingkat kepatuhannya lebih rendah dibandingkan penderita penyakit atau gangguan kesehatan akut. Jumlah dan macam obat yang diterima pasien terkait dengan kondisinya juga berpengaruh terhadap kepatuhan, terlebih apabila obat-obat tersebut memiliki jadwal pemakaian yang berbeda-beda ataupun perlu digunakan dengan cara yang rumit (terutama terjadi pada pasien lanjut usia).
Sementara dari sisi pasien, ada cukup banyak faktor yang bisa berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien dalam menggunaan obat, misalnya:
- Persepsi pasien terhadap penyakit yang dideritanya.
- Tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang penyakit dan kesehatan.
- Kurangnya kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan modern.
- Pengalaman atau ketakutan akan efek samping obat, seperti misalnya pada penggunaan obat-obatan diuretik untuk menurunkan tekanan darah tinggi, pasien merasa terganggu dengan efek samping obat yang menyebabkan pasien sering buang air kecil.
- Faktor lupa.
- Kondisi sosial ekonomi pasien sehingga pasien tidak memperoleh obat yang diperlukannya karena harga obat yang tidak terjangkau.
- Kondisi cacat fisik.
- Faktor lain seperti takut mengalami ketergantungan pada obat.
- Kurangnya kesadaran untuk melakukan modifikasi gaya hidup untuk menunjang keberhasilan terapi.
Tenaga kesehatan sepeti dokter, bidan, apoteker, perawat, dan ahli gizi, memiliki tanggung jawab untuk membantu pasien agar terapi yang dilakukan berhasil. Faktor yang berasal dari tenaga kesehatan yang dapat mengurangi tingkat kepatuhan pasien antara lain:
- Kurangnya komunikasi dua arah yang antara pasien dengan tenaga kesehatan terkait penyakit, obat (mencakup jenis, jumlah, kegunaan, dosis, cara pakai obat), diet dan perubahan gaya hidup yang diperlukan pasien, maupun mengetahui hambatan yang dihadapi pasien dalam menjalankan terapi.
- Kurangnya kolaborasi interprofesi antara satu tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan yang lain untuk mewujudkan praktek pengobatan yang ideal dan mendukung kesembuhan pasien.
Melihat banyaknya faktor yang menjadi penyebab rendahnya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat, maka bagaimanakah pendekatan dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien?
Hal yang dapat diupayakan antara lain:
- Pasien
Faktor yang terpenting adalah bagaimana pasien dapat menerima kondisi klinis tertentu yang mengharuskan pasien menjalani terapi. Dengan demikian pasien termotivasi untuk sembuh dengan cara menggunakan obat-obatan yang diterimanya secara patuh serta melakukan perubahan gaya hidup untuk mendukung kesembuhan. Faktor psikologis lain seperti ketakutan akan peralatan medis atau takut mengalami ketergantungan obat dapat diatasi dengan pemberian informasi yang cukup dan pendampingan dari keluarga dan tenaga kesehatan. Pendamping Minum Obat (PMO) memegang peranan penting bagi peningkatan kepatuhan pasien terutama pasien-pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, TBC, dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan faktor lupa, yang konon dianggap tidak dapat dimodifikasi? Sebenarnya selain orang-orang terdekat/keluarga diharapkan dapat mendampingi, namun demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya:
- Menggunakan kotak pengingat minum obat, terutama untuk obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang dan kontinu.
- Memasang jam alarm atau pengingat (reminder) pada telepon genggam.
- Membuat poster kecil yang diletakkan di tempat yang selalu didatangi pasien setiap hari, contoh: kaca wastafel, di sudut tempat tidur, atau di meja kantor.
Faktor biaya terapi yang sering menjadi hambatan bagi pasien yang berasal dari kalangan ekonomi tertentu untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan saat ini sudah tersedia solusinya, antara lain dengan adanya program Obat Generik Berlogo (OGB) dari pemerintah, ataupun menggunakan fasilitas BPJS.
- Tenaga kesehatan
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat, seluruh tenaga kesehatan harus berkolaborasi sesuai dengan keahlian masing-masing. Praktek kolaborasi ini terbukti dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan kualitas kesehatan secara komprehensif, karena pasien mendapatkan pemeriksaan, menerima obat, mendapatkan perawatan dan pendampingan dari tenaga yang kompeten.
Sumber:
Disarikan dari Serial Patient Compliance dan sumber-sumber lain