Berita

Nifedipin sebagai Salah Satu Terapi Hipertensi pada Kehamilan

Nifedipin sebagai Salah Satu Terapi Hipertensi pada Kehamilan

Disusun Oleh : Wahyuni Siera A L, S.Farm, Apt.

Apoteker Rumah Sakit JIH Yogyakarta

 

“Kenapa saya menggunakan  nifedipin yang biasa digunakan untuk  obat hipertensi pada saat saya hamil?”

“Apa itu hipertensi pada masa kehamilan?”

“Apakah obat nifedipin aman untuk kehamilan saya?”

 

          Pertanyaan di atas merupakan pertanyaan yang sering dilontarkan ibu hamil yang didiagnosa hipertensi pada masa kehamilannya. Ketakutan terhadap kehamilannya membuat mereka seringkali ingin mengetahui lebih jauh mengenai hal tersebut. Artikel ini akan mempelajari lebih jauh mengenai apa itu hipertensi pada masa kehamilan dan obat yang biasa diberikan dokter pada kasus tersebut.

       Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah keadaan di mana tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Hipertensi dapat juga terjadi pada wanita hamil. Kapan wanita hamil dikatakan mengalami hipertensi dalam kehamilannya? Yaitu di saat tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.

       Hipertensi pada masa kehamilan ada berbagai macam jenis yaitu hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia dan eklamsia. Hipertensi kronik adalah  hipertensi yang terjadi sebelum 20 minggu kehamilan namun tekanan darah normal di usia kehamilan <12 minggu atau pada wanita yang telah mengalami riwayat hipertensi sebelumnya. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan, tanpa riwayat hipertensi sebelum hamil. Hipertensi ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan yaitu > 140/90 mmHg, tidak ditandai dengan adanya ketidaknormalan kadar protein dalam urin (proteinuria) atau gejala khusus lainnya, dan biasanya akan  normal kembali setelah kelahiran. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik pada kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Preeklampsia ditandai dengan ketidaknormalan kadar protein dalam urin (proteinuria). Eklampsia adalah kondisi preeklampsia yang disertai dengan kejang.

      Terapi awal pada wanita hamil dengan kondisi hipertensi kronis yang direkomendasikan adalah labetolol, nifedipin, atau metildopa dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Ketiga obat tersebut juga menjadi pilihan terapi untuk severe hipertensi selain labetolol dan hidralazin. Salah satu obat antihipertensi yang banyak digunakan pada kehamilan  adalah nifedipin. Nifedipin yang diberikan pada wanita hamil tidak mempengaruhi penurunan aliran darah dalam rahim (ACOG, 2013). Pada literatur lain disebutkan, nifedipin digunakan sebagai antihipertensi pilihan pada preeklampsia berat atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg (POGI, 2016).  Nifedipin merupakan salah  satu terapi hipertensi golongan calcium channel blocker  yang sudah digunakan sejak dekade terakhir sebagai antihipertensi dan juga mencegah terjadinya kelahiran prematur.

           Mekanisme penurunan darah  calcium channel blocker  yaitu  menurunkan masuknya ion kalsium ke dalam sel otot jantung, dan sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan  kemampuan jantung untuk berkontraksi  serta memicu  pelebaran  pembuluh darah.   Pengembangan dari uji perbandingan untuk hipertensi ringan sampai sedang pada kehamilan menunjukkan bahwa calcium channel blocker paling sering diresepkan dan tidak menunjukkan adanya efek yang merugikan  pada janin maupun bayi yang baru lahir.

       Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah “Apakah nifedipin aman untuk kehamilan saya?”. Berdasarkan klasifikasi keamanan obat berdasarkan FDA (Food and Drug Administration), nifedipin termasuk kategori C. Masih belum ada pelaporan ataupun penelitian secara spesifik mengenai efek teratogenik (cacat janin) pada penggunaan nifedipin selama kehamilan, namun rekomendasi penggunaannya diberikan karena dianggap keuntungan  penggunaannya pada kehamilan  lebih banyak dibanding potensi efek terhadap janin.

 

Sumber:

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2013, Hypertension in Pregnancy, Washington.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Feto Maternal, 2016, Diagnosis dan Tata Laksana Pre-eklamsia, Jakarta.

Kemenkes RI, 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi Pertama, Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan, Jakarta

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: